Senin, 04 Januari 2016

1302045098 - Ansor Budiman - Tugas Asean Way



Nama    : Ansor Budiman                                             
NIM       : 1302045098
HI di Asia Tenggara - Tugas ASEAN WAY     
                                         

 



Mengejar Otonomi Regional



    ASEAN Way adalah suatu jalan atau cara ASEAN yang mana sebagai organisasi regional ASEAN memiliki norma-norma tersendiri atau cara  yang diklaim khas dan cocok dengan karakterisitik bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Sebagaimana menurut Amitav Acharya ada dua nilai yang menjadi landasan dalam pembentukan norma pada organisasi regional khususnya ASEAN yaitu ASEAN dapat belajar dari organisasi regional lain atau bisa juga dari nilai-nilai sosial, politik, dan budaya setempat. (Acharya, 2001:45).

    Dalam Treaty of Amity and Coorperation di Bali tahun 1976 negara anggota ASEAN sepakat membentuk beberapa prinsip yang kemudian dijadikan norma dan prinsip ASEAN. Menurut Amitav Acharya juga paling tidak ada empat norma dan prinsip yang melandasi kehidupan ASEAN. Pertama, menentang penggunaan kekerasan dan mengutamakan solusi damai. Kedua, otonomi regional. Ketiga, Prinsip tidak mencampuri urusan negara lain dan Kempat, menolak pembentukan aliansi militer dan menekan kerjasama pertahanan bilateral. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar Metode yang digunakan dalam manajemen konflik melalui konsep ASEAN Way yang umumnya didasarkan pada musyawarah atau konsensus. Terkait empat norma dan prinsip ini saya tertarik dengan otonomi regional karena inilah esensi dari regionalisme itu sendiri dan menjadi masalah yang cukup pelik di ASEAN.


Tidak bisa dipungkiri beberapa negara di ASEAN sangat dekat dengan negara dari kawasan lain dan sering kali memiliki pandangan berbeda satu sama lain. Semisal Thailand dan Philipina telah menjalin kerjasama keamanan dengan Amerika jauh sebelum ASEAN terbentuk. Demikian juga Malaysia dan Singapura secara historis merupakan bagian dari negara persemakmuran Inggris, sementara Indonesia sebagai negara terbesar dari segi geografis dan demografis lahir dari revolusi kemerdekaan melawan Belanda sehingga begitu kuat komitmenya untu bersikap non blok baik secara nasional maupun di kawasan. Mantan Menlu Indonesia Adam Malik pernah mengatakan agar ASEAN tidak perlu menggantungkan diri pada negara barat seperti Inggris dan  Amerika.


Namun atas segala perbedaan, semua negara anggota sepakat sebagai organisasi regional yang masih muda (kala itu) tidak mungkin menolak sepenuhnya pengaruh asing, sebagaimana dikatakan Lee Kuan Yew agar ASEAN dapat menjadi satu entitas dalam mencapai kepentingan regional di dalam politik internasional. Pada tahun 1970 PM Malaysia Tun Abdul Razak memunculkan gagasan netralisasi kawasan Asia Tenggara dalam bentuk Zone of Peace Freedom and Neutrality (ZOPFAN) hal ini sebenarnya tidak lepas dari latar belakang kerusuhan di Malaysia tahun 1969 yang berpotensi mengundang perhatian Cina, Indonesia sendiri memandang hal ini sebagai netralitas ASEAN dari kerja sama militer dengan barat padahal Thailand dan Filiphina belum siap akan hal itu, sementara Malaysia dan Singapura pun masih terlibat dengan FPDA dengan Inggris.(Cipto, 2006:30) Vietnam sendiri tentu memiliki pengalaman yang paling tidak mengenakan dengan Amerika Serikat.


Jika dalam konteks kontemporer  pasca perang dingin saya kira pola-pola ini masih terus berlanjut terutama  jika kita benturkan dengan dua negara besar saat ini yaitu Cina dan Amerika Serikat terutama dengan adanya kasus serangan 11 September di AS dan sengketa Laut Cina Selatan, yang memang membuat negara-negara ASEAN secara realis harus bekerja dengan negara di Luar Kawasan namun hal ini juga tidak lepas dari latar belakang negara ASEAN yang berbeda beda.


Persepsi berbeda-beda dari masing-masing negara ini dapat kita lihat melalui prespektif Realis dimana menurut Morghentau  bentuk dan sifat kekuasaan negara akan beragam dalam hal waktu, tempat dan konteks, tetapi konsep kepentingan tetap konsisten. Konflik Laut Cina Selatan sendiri sejak 1970an sudah mulai banyak terjadi klaim namun hal ini semakin memuncak  pasca runtuhnya Tembok Berlin tahun 1990an  dan membuatnya semakin menjadi fokus isu kemanan hubungan nasional di Asia Tenggara, namun hingga saat ini belum juga selesai, karena banyak sekali potensi yang dimilikinya tidak hanya sumber daya tapi juga posisinya yang merupakan jalur strategis sehingga di LCS ini bukan hanya kepentingan ASEAN dan Cina tapi hampir seluruh negara di Dunia. 


Bergeser ke hubungan dengan AS, Diantara negara-negara Asia Tenggara hanya Singapura, Philipina dan Thailand yang menunjukan kedekatan dengan Amerika lebih dari yang lain. Dukungan penuh terhadap perang melawan terorisme menyebabkan Amerika memberikan bantuan militer terhadap negara tersebut hal ini berkaitan juga dengan politik “stick and carrot” yang diterapkan AS pasca terjadinya 9/11(Husaini,2005:203).


Hal-hal diatas sejalan juga dengan apa yang dikatakan oleh kaum konstruktivis bahwa “anarchy is what states make of it” (Went, 1992: 395) dimana negara menciptakan kompetisi dan dilema keamanan kita sendiri dengan berinteraksi dengan cara-cara tertentu satu sama lain yang menimbulkan hasil-hasil yang tidak bisa dihindari. Philipina memiliki sejarah hubungan dekat dengan AS sejak di aneksasi oleh AS, Singapura sendiri memiliki presepsi ancaman terkait Identiasnya dan sejarah konforntasi yang dilakukan Indonesia, dan Thailand merasakan adanya ancaman dari Cina sehingga pilihannya adalah bekerja sama dengan AS.

Sementara di satu sisi Malaysia dan Indonesia adalah dua negara dengan penduduk mayoritas muslim dan juga anggota OKI tentu intervensi AS ke Irak, Afghanistan, dan sejumlah negara di Asia Tengah ditambah dukungannya terhadap Israel membuat AS begitu “dibenci” baik oleh elit maupun masyarakatnya, Singpura sendiri sekaan tidak bertoleransi dengan membawa PM Israel ke negaranya Sekitar tahun 2005 lalu yang memancing kemarahan tersendiri bagi rakyat Indonesia dan Malaysia.

Kedepannya dengan dengan adanya ASEAN Economic Community bukanlah hal yang salah untuk berharap dapan menimbulkan spill over effect dan membawa ASEAN menjadi satu kesatuan dalam satu entitas terkait sikap dalam politik internasional yang memiliki otonomi regional yang mutlak diperlukan bagi masa depan ASEAN.


sumber & referensi


 Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Jakarta, Gema Insani, 2005 

Amitav Acharya, Constructing a Security Community in South East Asia :ASEAN and the Problem of Regional Order, London and New York, Routledge, 2001.  

Alexander Wendt, Anarchy is what states make of it: the social construction of power politics" in International Organization, vol. 46, no. 2, 1992. 

Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong Terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa Depan, Yogyakatra, Pustakapelajar, 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar