Senin, 04 Januari 2016

1302045128 - Gusmawati - Tugas ASIAN Way



Nama   : Gusmawati
NIM    : 1302045128
Kelas   : HI Reg B


ASEAN Way dapat dikatakan sebagai cara-cara ASEAN dalam menanggapi dan menanggulangi permasalahan yang ada. Secara sederhana ASEAN Way juga merupakan suatu pembentukan identitas bagi negara-negara Asia Tenggara di tengah maraknya dominasi negara-negara Barat dan juga negara maju. ASEAN Way dapat menjadi suatu pedoman bagi negara Asia Tenggara khususnya untuk bertindak atau dalam menyelesaikan masalah. Norma dan prinsip yang menjadi pondasi keberlangsungan hubungan antar anggota ASEAN adalah: 

1.      Menentang penggunaan kekerasan dan mengutamakan solusi damai
2.      Otonomi regional
3.      Tidak mencampuri urusan internal negara anggota lain (prinsip non intervensi)
4.      Menentang pakta militer dan mendukung kerjasama pertahanan bilateral


Salah satu prinsip utama ASEAN Way adalah non-intervensi. Sejak awal berdirinya, prinsip non-intervensi telah diterapkan oleh anggota ASEAN. Prinsip non intervensi adalah prinsip yang mengemukakan bahwa suatu negara tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan atau pemasalahan dalam negeri dari suatu negara lain. Setiap negara anggota ASEAN pun telah bersepakat untuk menentang setiap bentuk campur tangan suatu Negara (baik sesama maupun bukan sesama anggota ASEAN) terhadap masalah dalam negeri negara lainnya. Prinsip non intervensi mengandung nilai-nilai penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial dari setiap negara, penyelesaian setiap masalah politik melalui perundingan, serta peningkatan kerjasama dalam aspek keamanan danpertahanan wilayah sesuai dengan salah satu tujuan pembentukan ASEAN yaitu “to promote peace in the region”.


Oleh karena itu, perlu adanya suatu perumusan ulang terhadap bagaimana prinsip non intervensi memengaruhi pola interaksi bangsa-bangsa di ASEAN, terutama dengan mengemukanya konflik kemanusiaan yang dialami oleh etnis Rohingya di Myanmar. Meskipun fakta di lapangan menunjukkan banyak indikasi telah terjadinya pelanggaran HAM, namun negara-negara ASEAN lainnya tidak mengambil sikap apapun walau mendapat kecaman dan desakan dari warga negara masing-masing serta komunitas global karena keberadaan prinsip non intervensi yang harus dipatuhi.


Konflik Rohingya merupakan permasalahan klasik bagi ASEAN. Etnis Rohingya merupakan satu dari 135 etnis yang ada di Myanmar. Etnis Rohingya banyak mendapatkan tindak diskriminasi baik dilakukan oleh warga atau bahkan oleh pemerintahnya. Etnis Rohingya memang bukan satu satunya etnis yang mendapatkan tindakan diskriminasi, etnis lain seperti Christian\Karen, Chin, Kachin dan Mon5 juga mendapatkan perlakuan diskriminasi. Namun, yang membedakan, hanya etnis Rohingya yang tidak diakui sebagai warga negara Myanmar.


            Terlepas dari diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintahnya, persoalan Rohingya di Myanmar menjadi tantangan pembuktian kredibilitas ASEAN. Sebagai organisasi regional kawasan Asia Tenggara, ASEAN memiliki urgensi besar dan berperan dalam penyelesaian konflik Rohingya. Namun, penyelesaian di bawah mekanisme ASEAN ini masih memiliki beberapa hambatan, misalnya prinsip non-intervensi yang dipegang oleh ASEAN dan negara anggotanya. Prinsip non-intervensi ini melarang negara anggota ASEAN untuk mengintervensi permasalahan domestik suatu negara. Dalam penelitian ini, pembahasan mengenai intervensi mengarah pada intervensi politik. Di satu sisi, adanya prinsip non-intervensi memberikan kelonggaran dan kebebasan bagi negara untuk mengatur penyelenggaraan negara. Negara mendapatkan kewenangan penuh atas pengaturan dalam negerinya tanpa khawatir akan adanya campur tangan dari negara lain. Namun, di sisi lain, prinsip ini menjadikan ASEAN kurang dapat memiliki kewenangan untuk memberikan mekanisme-mekanisme tertentu dalam beberapa kasus.


Beberapa negara ASEAN seperti Indonesia dan Malaysia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, turut memberikan tekanan kepada Myanmar. Indonesia misalnya, melalui menteri luar negerinya, Indonesia mendorong Myanmar untuk memberikan status legal terhadap etnis Rohingya. Peran actor negara anggota ASEAN ini pun, menjadi hal yang dilematis bagi mereka. Meskipun, keperluan untuk mengintervensi kasus Rohingya ini menjadi kebutuhan besar bagi penyelesaian konflik. Namun, beberapa negara anggota ASEAN yang masih mempunyai permasalahan yang sama, terkait dengan penghormatan hak asasi manusia dan diskriminasi, juga merasa khawatir ketika permasalahan seperti ini menjadi pengecualian bagi penerapan prinsip nonintervensi sehingga muncul ke khawatiran akan adanya intervensi di negaranya. ASEAN memberikan peringatan atas penolakan pemerintah Myanmar untuk memberi status legal terhadap Rohingya. ASEAN beranggapan bahwa dengan ditolaknya pengakuan tersebut dikhawatirkan akan memperburuk ketegangan inter-komunal dan memperluas tindak kekerasan. Hal di atas merupakan salah satu contoh keterlibatan ASEAN dalam kasus ini. Peran ASEAN dianggap masih terhambat, karena di level ASEAN, konflik ini masih diidentifikasi sebagai urusan dalam negeri Myanmar, sehingga intervensi dari ASEAN maupun negara anggota justru akan mencederai prinsip non-intervensi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar