Kamis, 07 Januari 2016

Dwi Hermawan - 1302045099 - Tugas Asian Way




Nama : Dwi Hermawan
NIM : 1302045099


HI di Asia Tenggara




(ASEAN Way)



Analisa Mengenai ASEAN Way dan Asian Value Sebagai Aturan Main Dalam Menyelesaikan Persoalan HAM di Tubuh ASEAN

Pengantar

Di tengah arus globalisasi nilai-nilai yang berkaitan dengan demokrasi dan HAM Asia, khususnya Asia Tenggara masih tertinggal dibandingkan dengan Eropa. Ada kebutuhan yang nyata untuk perlindungan terhadap HAM pada tingkat regional karena masih cukup banyak Negara yang belum menganut demokrasi dan sering melanggar hak-hak politik dan sipil dari rakyatnya sebagai individu maupun kelompok.

Di kalangan Negara-negara Asia Tenggara, upaya di tingkat regional sudah dilakukan oleh civil society tetapi Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN sudah mulai memikirkan untuk  melembagakan prinsip-prinsip penghormatan HAM melalui wadah kerjasama ASEAN. Ada Piagam ASEAN yang mencantumkan prinsip penghormatan terhadap HAM, meskipun rumusannya sangat bersifat umum dan tidak ada mekanisme yang jelas untuk menjamin pelaksanaannya secara efektif. Mengingat begitu beragamnya rezim politik Negara-negara anggota ASEAN, kalangan pejuang HAM masih ragu apakah ASEAN memiliki keberanian politik untuk meninggalkan pola pikir tradisional para pemimpin ASEAN yang menempatkan kedaulatan Negara dan kelanggengan rezim politik di atas HAM individu warga negaranya.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa piagam ASEAN justru mencerminkan langkah mundur bagi ASEAN karena isinya justru melanggengkan nilai-nilai lama dan sikap para pemimpin ASEAN yang konservatif. Sekalipun ASEAN berhasil memasukkan prinsip HAM ke dalam Piagam ASEAN, maka dalam pelaksanaannya hanya terbatas pada seruan normative tanpa ada mekanisme kelembagaan yang efektif untuk menghasilkan keputusan yang mengikat Negara anggota. Pengamat HAM internasional mengkritik Badan HAM ASEAN yang diperkirakan tidak akan mampu mengatasi persoalan HAM di Asia Tenggara. Salah satu kritik yang paling mendasar adalah cara ASEAN (ASEAN way) dan Asian value yang menjadi aturan main dalam menyelesaikan setiap persoalan di tubuh ASEAN. Melalui Essay ini, penulis akan menganalisa mengenai perlu atau tidak cara ASEAN (ASEAN way) dan Asian value  dipertahanankan terkait penyelesaian kasus Pelanggaran HAM.


Analisa

Menurut pendapat saya, secara sederhana jika penekanannya terdapat pada konteks penyelesaian kasus pelanggaran HAM, maka ASEAN Way dan Asian Values tidak perlu dipertahankan lagi keberadaannya di tubuh ASEAN. Banyak faktor signifikan yang dapat menjelaskan hal tersebut.
Analisa Pertama, pembentukan Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Right Body/AHRB) menunjukkan sebuah kemajuan, tapi di sisi lain muncul kekhawatiran bahwa lembaga ini tidak akan bertaji. Pembentukan AHRB bertujuan untuk mempromosikan dan melindungi HAM dan membantu memperkaya dan meningkatkan standar HAM di ASEAN yang sesuai dengan konteks regional dan sebagai saluran kerjasama konstruktif berkaitan dengan isu-isu HAM diantara Negara-negara ASEAN. Pemuatan katakonteks regional itulah, yang menimbulkan kekhawatiran, Badan HAM ini nantinya tidak mengikuti standar dan norma universal HAM, melainkan justru mengedepankan nilai-nilai Asia (Asian values), yang mencoba menghadap-hadapkan norma internasional HAM yang dinilai sebagai konsep, produk dan buatan Negara-negara Barat, yang tidak semuanya dapat diterapkan dan diterima di Asia serta tidak semuanya selaras dengan nilai-nilai yang dianut di Asia. Setidaknya, benih masalah juga terlihat pada pernyataan yang menegaskan tanggung jawab perwakilan pemerintah yang duduk di badan HAM ASEAN dalam menjalankan fungsinya mesti berdasarkan piagam ASEAN, yang menolak campur tangan negara di luar ASEAN berkaitan dengan isu dan masalah HAM yang terjadi di region ini.

Analisa kedua, konsekuensi dan dampak lebih lanjut dari keberadaan konsep Asian Values tersebut di atas adalah munculnya prinsip menghormati kedaulatan (sovereignity) dan non-interference terhadap urusan internal masing-masing anggota ASEAN, atau yang lebih dikenal dengan istilah ASEAN Way. Kelemahan dalam diskursus Asean Way ini terutama dalam sikap ASEAN yang selama ini menjalankan flexible engagement  terhadap isu HAM dengan prinsip non-interferencenya. Hal ini dijustifikasi akan membuat ASEAN ke depannya kehilangan kredibilitasnya sebagai suatu entitas regional. Dalam ASEAN, nilai-nilai demokrasi dan penegakan HAM masih menjadi discourse yang marjinal, ditandai dengan tidak adanya mekanisme regional untuk penegakan HAM.Selain itu, modalitas baru ASEAN amat diperlukan, sebab cara-cara negara anggota ASEAN saling berinteraksi akan menentukan kredibilitas mereka di hadapan negara-negara besar.

Kedua argumen kritis tersebut bisa dipadukan secara relevan dengan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Negara-negara anggota ASEAN. Misalkan kasus yang paling jelas adalah kegagalan Negara-negara anggota ASEAN untuk mempengaruhi rezim militer di Myanmar untuk menghormati HAM dari Pejuang Demokrasi Aung San Suu Kyi. Dalam melihat kasus ini, Negara-negara ASEAN belum mampu menerapkan prinsip-prinsip egalitarianisme sebagai basis hubungan internasional dalam era globalisasi. Hal ini tentu terkendala oleh prinsip kedaulatan dan non-interference yang masih dianut oleh Negara-negara ASEAN. Negara-negara ASEAN tidak dapat mencampuri urusan internal Negara anggota lainnya, sehingga pelanggaran HAM pun tidak terselesaikan dan hanya terbatas pada tataran kompromi dan konsensus bukan sebuah penyelesaian yang konkret.


Penutup

Tema besar yang diangkat dalam pembahasan ini yaitu ASEAN Way dan Asian Values dalam menyelesaikan masalah HAM cukup mewakili sebagai case study dalam mengkaji sifat HAM antara universalitas dan relativitas. Problematika HAM ASEAN yang kerap menjadi perbincangan dan perdebatan di kancah regional ataupun internasional sebagai sebuah permasalahan serius adalah sebuah kasus yang sangat rentan berkaitan dengan relativitas, bahkan ASEAN memiliki budaya dan cara sendiri dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada. Hal ini tentu secara tidak langsung sangat kontradiktif dengan konsep universalitas HAM, yang mengharuskan setiap Negara di dunia menganut dan menerapkan nilai-nilai serta norma universal HAM tanpa mempertimbangkan budaya dan norma Negara setempat, yang sudah barang tentu setiap Negara memiliki budaya yang berbeda.
 
Sakralitas sifat HAM universal seharusnya juga mempertimbangkan faktor-faktor nilai, norma dan budaya eksternal dari sebuah Negara. Karena tidak semua Negara bisa menerima terlebih mengaplikasikan seluruh komponen HAM universal.


DAFTAR PUSTAKA
Jemadu, Aleksius. Politik Global dalam Teori dan Praktik. (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008).
Wibisono, Makarim. Tantangan Diplomasi Multilateral. (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2006).
Baderin, Mashood. Hukum Internasional, Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam. (Jakarta : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar